Pendidikan Agama, Iman, dan Kesalehan Sosial
PENDIDIKAN agama menjadi topik yang hangat dibicarakan menjelang disahkannya Rancangan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Pendidikan agama di sekolah masih dianggap penting dan harus diberikan sesuai dengan anak didiknya, baik agama maupun gurunya. Sementara bila dilihat pada realitas pendidikan agama yang diberikan di sekolah, ternyata masih bersifat doktrinal, monolog, dan dipenuhi muatan formalitas yang cenderung menolak realitas plural dalam keagamaan. SELAIN itu, penilaiannya cenderung bias, karena tolok ukurnya yang tidak jelas apakah pada penguasaan formal ajaran keagamaan sebagai sebuah doktrin, atau lebih dalam lagi pada realitas kesalehan sosial sebagai manifestasi dari iman seseorang yang beragama. Dalam realitas dinamik kehidupan masyarakat plural seperti di Indonesia, salah satu konflik yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan dan pembunuhan adalah konflik sosial keagamaan. Karena agama telah menjadi sebuah doktrin yang menuntut penyerahan total seseorang kepadanya, tetapi pada saat bersamaan ia berhadapan dengan orang lain yang berbeda agama yang mempunyai sikap yang sama pula dengannya, sehingga pluralitas agama memunculkan pertentangan dan konflik fundamental. Ketika agama dalam masyarakat plural dimunculkan sebagai doktrin yang diyakini sebagai kebenaran mutlak, maka ketika itulah agama mengalami stagnasi spiritual dan cenderung memperkeras sikap eksklusivitas tiap pemeluk agama, dengan menutup diri dari tiap perubahan dan kritik. Padahal, fanatisme atas doktrin agama yang sempit mudah dimanipulasi oleh kepentingan politik dan kekuasaan menjadi konflik berdarah, sehingga sejarah agama-agama dari dulu hingga kini tidak bisa dipisahkan dari kekerasaan. Agama menjadi penuh ambiguitas, karena pada saat bersamaan melahirkan golongan kita dan golongan mereka, memperkokoh persaudaraan kita dan mengundang permusuhan dengan mereka, memberi cinta kasih kepada kita dan menebar kebencian pada mereka, hanya mau menerima kebenaran kita dan menolak kebenaran mereka. Sebagai doktrin, tiap agama akan mengalami pembekuan dan stagnasi. Seharusnya agama tidak boleh menjadi proses pembekuan, tetapi sebaliknya menjadi proses pencairan kreativitas memajukan peradaban. |
Senin, 20 April 2009
Kehidupan Sosial dan Agama
Diposting oleh karaii di 23.24
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar